Serial Webinar “Mengelola Yang Tersisa” Seri #15. UUCK & Multi Usaha Kehutanan

Serial Webinar “Mengelola Yang Tersisa” Seri #15. UUCK & Multi Usaha Kehutanan

Indonesia - 23 March, 2021

Seperti apa model multi-usaha di dalam areal kerja perizinan berusaha? Dalam webinar yang diselenggarakan oleh Tropenbos Indonesia, 20 Maret 2021, Bambang Hendroyono, Sekretaris Jenderal Kementerian Kehutanan dan Lingkungan Hidup (KLHK), mencontohkan beberapa jenis multi-usaha yang sudah ada, yaitu multi-usaha agro-forestry, pengembangan tanaman pangan seperti padi dan palawija, silvopastura, karbon dan jasa lingkungan, dan Kebun Energi seperti budidaya jenis bambu dan sorgum untuk Pembangkit Listrik Tenaga Biomassa dan pakan ternak.

Menurut Bambang, sejumlah alasan yang mendasari perlunya multi-usaha kehutanan, diantaranya adalah nilai ekonomi riil lahan hutan yang masih sangat rendah, persentase areal efektif yang sangat kecil, pasar kayu yang berasal dari hutan alam yang cenderung menurun, dan perlunya optimalisasi ruang pemanfaatan kawasan hutan. Dengan adanya UUCK No.11/2020, tentang pemanfaatan Hutan Lindung (pasal 26) dan pemanfaatan Hutan Produksi (pasal 28), perizinan berusaha dapat diberikan kepada perorangan, koperasi, Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik Daerah, atau Badan Usaha Milik Swasta. Pemanfaatan HL dan HP tersebut dapat pula dilakukan dalam kegiatan Perhutanan Sosial oleh perorangan, kelompok tani, maupun koperasi.

“Perizinan berusaha terkait pemanfaatan hutan dibatasi dengan mempertimbangkan aspek kelestarian hutan dan aspek kepastian usaha,” kata Bambang. Sementara pemerintah menjamin kepastian berusaha melalui regulasi, pemegang perizinan berusaha memiliki kewajiban untuk menjaga, memelihara, dan melestarikan hutan tempat usahanya. Bambang juga menjelaskan adanya transformasi platform usaha pemanfaatan Hutan Produksi didalam UUCK, yaitu dari usaha berbasis jenis kegiatan, menjadi berbasis lanskap dengan multi-usaha yang terintegrasi. Sehingga bila sebelumnya pemanfaatan usahanya lebih banyak berorientasi pada kayu, kini pada multi-usaha baik kayu maupun hasil hutan bukan kayu, dan jasa lingkungan. “Bila sebelumnya pemanfaatan nilai lahan hutan kurang optimal, kini lebih optimal,” jelasnya.

Upaya mendorong multi-usaha kehutanan ini juga dilakukan oleh BPDSHL Way Seputih Way Sekampung di Lampung melalui rehabilitasi hutan dan lahan, seperti yang disampaikan oleh Idi Bantara, Kepala BPDSHL Way Seputih-Way Sekampung. Dengan luas hutan lebih dari 1 juta ha, Lampung memiliki potensi lahan seluas 312.070 ha yang dapat menjadi ruang usaha tanaman buah atau hasil hutan bukan kayu lainnya. Menurut data Dinas Kehutanan, saat ini sudah 256 izin Perhutanan Sosial yang diterima masyarakat di Lampung dengan area seluas lebih dari 180.000 ha.

Berdasarkan PP 105/2018, langkah pelaksanaan rehabilitasi hutan dan lahan di Lampung oleh BPDSHL diawali dengan pembentukan tim pelaksana berkolaborasi dengan Dinas Kehutanan dan KPH, yang tugas utamanya menjalin komunikasi langsung dengan masyarakat di lapangan untuk memulihkan kepercayaan petani. Tim ini membantu petani dalam perencanaan, peningkatan kapasitas melalui pelatihan pembibitan untuk menjamin kualitas bibit, penanaman tepat musim, pemeliharaan intensif, dan melakukan pendampingan di lapangan.

Diantara kegiatan pendampingan kelembagaan yang dilakukan adalah memberikan peluang usaha bagi petani hutan, sehingga bantuan insentif pemerintah dapat menjadi tambahan modal bagi mereka. Selain itu, dukungan akses kemudahan usaha dengan mendirikan industri pengolahan di sekitar atau di dalam areal hutan, dan fasilitasi jaringan usaha antar petani/kelompok tani hutan dengan dunia usaha melalui promosi produk dan jasa untuk menarik investor baru. Dalam paparannya Idi menjelaskan, diantara kunci keberhasilan multi-usaha kehutanan adalah jenis tanaman unggulan lokal seperti yang telah dilakukan di HL Gunung Balik dengan system agroforestry jenis alpokat lokal “Siger Sai Sibatu”.

Sementara itu, menurut Dodik Ridho, Guru Besar Fakultas Kehutanan dan Lingkungan IPB, multi usaha kehutanan yang merupakan bisnis hijau prospektif dapat dilakukan melalui agroforestry terintegrasi. Ia mencontohkan keputusan para petani di Tanjung Jabung, Jambi yang mengubah kebun sawitnya menjadi kebun kopi. Ia juga merekomendasikan penggunaan aplikasi multi-usaha kehutanan untuk pengambilan keputusan opsi pengelolaan dan pola pemanfaatan hutan yang optimal, maupun monitoring rencana dan realisasi bisnis.

Serial webinar “Mengelola Yang Tersisa” ke-15 ini diikuti oleh sekitar 600 peserta dari berbagai latar belakang, baik LSM, Perguruan Tinggi, instansi pemerintah seperti Dinas Kehutanan dan KPH.

Materi presentasi bisa di download disini

Simak bahasan lebih mendalam dari para pemateri melalui video berikut: