“Penangangan kebakaran gambut memerlukan upaya kolaborasi… tapi ini sangat pelik”

“Penangangan kebakaran gambut memerlukan upaya kolaborasi… tapi ini sangat pelik”

Indonesia - 10 June, 2022

Kebakaran hutan dan lahan terus terjadi setiap tahun di Indonesia. Selama itu terus berlangsung pula penebangan di hutan rawa gambut, pembukaan lahan untuk perkebunan dan tanaman industry, dan di skala yang lebih kecil di daerah non-gambut sebagai bagian dari praktik tradisional perladangan berpindah. Atiek Widayati, Koordinator Program Fires Tropenbos Indonesia, menceritakan apa yang sedang dilakukan di lanskap kerja Tropenbos Indonesia di Ketapang, Kalimantan Barat, dan langkah yang perlu diambil selanjutnya untuk mengurangi risiko kebakaran hutan dan lahan di Indonesia.

----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Mengapa mengatasi masalah kebakaran hutan ini sangat penting?
Di Indonesia, kebakaran dan kabut asap yang ditimbulkannya telah menjadi masalah besar, terutama sejak tahun 1990-an ketika menjadi isu lintas negara di Asia Tenggara. Bank Dunia memperkirakan, biaya kebakaran di Indonesia sekitar US$16 miliar pada tahun 2015 saja, – jumlah yang mengejutkan, dengan disertai kerusakan ekosistem dan keanekaragaman hayati, terganggunya kesehatan manusia, kerugian ekonomi dan emisi gas rumah kaca. Sebagian besar masalah kebakaran disebabkan oleh penebangan hutan rawa gambut, dan penggunaan api untuk pembukaan lahan menjadi hutan tanaman industri atau perkebunan kelapa sawit, atau jika dibiarkan terlantar, kemudian digunakan oleh penduduk setempat untuk bertani. Pada skala yang jauh lebih kecil, pembakaran juga terjadi di kawasan non-gambut, seperti di Kalimantan di tempat kami bekerja. Penggunaan api merupakan bagian dari praktik tradisional perladangan berpindah, di mana sebagian besar merupakan pembakaran terkontrol mengikuti kearifan lokal dan hukum adat yang telah ditetapkan. Kadangkala, kebakaran bisa menjadi tidak terkendali, meskipun luas dan dampaknya jauh lebih kecil dibandingkan dengan yang terjadi di lahan gambut.

Forest fires at village forest in Sungai Besar Village, Ketapang (pic by Yulius Yogi).jpg
Hutan terbakar di lanskap gambut Pawan-Pesaguan, Kabupaten Ketapang. Foto: Irpan Lamago

Apa tujuan program, dan perubahan apa yang diperlukan untuk mencapainya?
Pada 2019 Tropenbos Indonesia mulai bekerja di lanskap gambut Pawan-Pesaguan di Kabupaten Ketapang, Kalimantan Barat. Kawasan ini merupakan tipikal hutan rawa gambut yang telah ditebangi, dikeringkan dan dibuka untuk perkebunan kelapa sawit dan pertanian, termasuk lahan gambut dalam yang sangat rawan kebakaran. Melalui program Fires, kami bertujuan untuk mencapai lanskap 'cerdas api', dan di sini, 'cerdas api' berarti mendukung penerapan praktik cerdas lahan gambut atau adaptif lahan gambut, di mana kebakaran harus dicegah, mengingat sifat mudah terbakarnya tanah gambut itu sendiri. Juga, tidak ada sejarah tradisional penggunaan api di lahan gambut dan lahan basah lainnya. Kita tidak bisa begitu saja membalikkan penggunaan lahan saat ini ke kondisi alami sebelumnya, jadi kecerdasan api berarti adaptasi. Misalnya, di mana sekarang ada industri perkebunan kelapa sawit, ini harus dikelola sesuai dengan ‘praktik pertanian yang baik’ (GAP). Di lahan gambut, pengelolaan air merupakan elemen penting dari GAP, dan pemerintah telah menetapkan peraturan yang menetapkan ketinggian air tidak lebih dari 40 cm di bawah permukaan, dengan langkah-langkah pemantauan dan evaluasi. Untuk petani kecil, opsi apa yang bisa ditawarkan? Yang pasti, pembukaan lahan tanpa bakar harus diperkuat. Pengelolaan air juga harus ditingkatkan dengan menggunakan sekat kanal, tetapi selain itu, tumpang sari dan agroforestri juga merupakan strategi yang direkomendasikan untuk memperbaiki iklim mikro di tingkat petani. Yang penting, kita membutuhkan peningkatan kesadaran, penguatan kapasitas dan dukungan lainnya – dan bukan hanya lebih banyak peraturan. Ada juga alternatif pilihan pertanian dan di luar pertanian, tetapi ini membutuhkan pendekatan jangka panjang, termasuk pemasaran. Kemudian yang terakhir, di kawasan ‘kubah gambut’ yang memiliki kedalaman gambut lebih dari 10 meter, diperlukan konservasi dan perlindungan khusus, dengan pembasahan dan penghijauan kembali. Tetapi, bagaimana jika tanah seperti itu sudah digarap? Untuk mengurangi kebakaran lahan gambut diperlukan upaya kolaboratif. Dan untuk mencapai hal ini, berbagai pilihan harus dijajaki, dengan mempertimbangkan kepemilikan lahan, kondisi dan instrumen yang memungkinkan pencapaiannya, dan mekanisme insentif. Tapi ini benar-benar pelik…
Kanal Kacung_Posisi Gambut Ds. S Besar.jpg
Lanskap terdegradasi Pawan-Pesaguan, Ketapang, dengan sebagian hutan tersisa dan kanal drainase. Foto: Irpan Lamago

Seperti apa upaya Tropenbos Indonesia untuk mengurangi risiko kebakaran hutan?
Di Ketapang, pertama-tama kami menyatukan semua pemangku kepentingan – instansi pemerintah, produsen skala besar dan petani kecil, LSM, semua orang..., dengan mempertimbangkan semua kepentingan yang ada di lanskap. Kemudian kami bekerja untuk menemukan visi bersama, termasuk memperkenalkan konsep restorasi gambut. Badan Restorasi Gambut adalah lembaga kunci untuk memandu kita dalam pendekatan restorasi gambut, terutama pembasahan kembali. Di tingkat pertanian dan desa, kami bekerja dengan petani kecil dan masyarakat untuk membantu meningkatkan praktik pertanian, dan mendorong mereka untuk lebih terlibat dalam proses pengambilan keputusan. Selain itu, kami bekerja untuk melestarikan beberapa hutan rawa gambut yang tersisa. Ini diawasi oleh skema hutan desa, tetapi terancam oleh perambahan, penebangan dan penambangan emas ilegal. Dan kami khawatir tanpa perlindungan, mereka juga akan dikeringkan dan dibuka, memperbesar risiko kebakaran menyebar ke area yang lebih luas. Jadi, kami memaparkan masalah ini agar menjadi perhatian semua pemangku kepentingan, dan membantu secara langsung juga, dengan memperkuat kapasitas lembaga pengelolaan hutan desa, dan mencoba menemukan pendekatan inovatif untuk mendukung mereka.

Langkah apa yang sudah diambil dan apa langkah selanjutnya?
Pencapaian terbesar sejauh ini adalah kami mampu memfasilitasi proses yang transparan, partisipatif, dan inklusif di level pemangku kepentingan di lanskap dan kabupaten. Dengan pemerintah, tujuannya adalah untuk meningkatkan kondisi yang memungkinkan untuk mengembangkan program yang mendukung petani. Di tingkat lokal, kami menjalankan pelatihan lapangan untuk petani, dan pelatihan untuk pelatih, mencari aktor lokal, dan menyiapkan demplot model lahan gambut sehingga kami dapat menyebarkan praktik terbaik secara luas. Untuk melestarikan hutan rawa gambut terakhir di kawasan tersebut, kami memperoleh kemajuan yang baik dalam diskusi kami dengan Lestari Capital, untuk menyediakan pembiayaan dari 'dana konservasi' yang mereka kelola, sebagai insentif bagi lembaga pengelola hutan desa untuk melindungi hutan ini. Kami juga membantu lembaga di tingkat desa dan masyarakat untuk bekerja sama dalam menilai risiko kebakaran – misalnya jika lahan gambut menjadi terlalu kering – dan melakukan patroli kebakaran. Dan diharapkan pencapaian jangka pendek ini akan mengarah pada tujuan jangka panjang, dengan melibatkan lembaga desa dalam perencanaan pemanfaatan lahan gambut lokal yang adaptif, didukung secara finansial melalui dana desa. Ini adalah pekerjaan yang sedang berjalan, tetapi kemajuan sudah ada, dan kami berkomitmen untuk memastikan terciptanya lanskap lahan gambut cerdas-api yang sepenuhnya inklusif di Ketapang, dan itu bisa menjadi model bagi yang lain untuk diterapkan di tempat lain di Indonesia.

Pembangunan Sekat Kanal_Ds.pelang .jpg
Membangun sekat kanal (Foto: Irpan Lamago)
 

***