Tempat berkarya

Selama tahun 2022, Tropenbos Indonesia bekerja di Kabupaten Ketapang, Kayong Utara dan Sintang, Kalimantan Barat dalam bentang alam seluas 3,5 juta ha. Di Kabupaten Ketapang kami bekerja di 6 lanskap (Pawan-Kepulu-Pesaguhan, Sungai Putri-Kuala Satong, Nanga Tayab, Sandai-Sungai Laur, Simpang Dua dan Simpang Hulu) yang mencakup 20 desa, di Kecamatan Kayong Utara kami bekerja di 5 desa, sedangkan di Kabupaten Sintang kami bekerja di 3 desa (Lihat lampiran dan peta di bawah ini).

Kami memiliki tiga kantor cabang di Kabupaten Ketapang, yaitu Kota Ketapang, Sandai dan Simpang Dua, dan kantor pusat di Bogor, Jawa Barat.

Lihat: Wilayah Dampingan Tropenbos Indonesia di wilayah Desa di Kabupaten Ketapang, Kayong Utara dan Sintang

Bentang alamnya terbentang dari pesisir barat daya Kalimantan Barat hingga ke pedalaman pada ketinggian sekitar 1.400 m di atas permukaan laut. Penggunaan lahan/tutupan lahan di lanskap mengalami perubahan dan dinamika yang cepat dalam dua dekade terakhir dan berdasarkan analisis runtun waktu dari Peta Tutupan Lahan nasional resmi dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), 2000, 2009 dan 2016, perubahan penggunaan lahan utama berasal dari pengembangan perkebunan kelapa sawit. Pengembangan kelapa sawit dimulai pada awal tahun 2000-an, dimulai dengan perkebunan skala besar, diikuti oleh kebun kelapa sawit swadaya yang terus dikembangkan hingga saat ini.

PETA FOKUS DAMPINGAN TI 2022_02.jpg

Adapun kelompok etnis yang tinggal di lanskap K-KU adalah masyarakat Melayu, Tionghoa, Dayak, Jawa dan Sunda, sedangkan di wilayah hulu didominasi oleh Dayak (Lanskap Sandai - Sungai Laur, Simpang Dua dan Simpang Hulu). Mereka hidup sebagai petani, buruh perkebunan komoditas agro, pedagang dan pengusaha, penambang bauksit dan emas, nelayan, dan pembalak skala kecil. Sebagai kawasan strategis untuk industri dan perdagangan, lanskap K-KU telah menarik banyak investor yang sayangnya seperti pisau bermata dua, bisa menguntungkan tetapi juga bisa menjadi ancaman dan memberikan tekanan yang merugikan bagi kawasan ini.

Sejak tahun 2013, kebakaran terjadi setiap tahun selama bulan-bulan kering pada bulan Agustus dan September, dengan peristiwa kebakaran paling masif terjadi pada tahun 2015 dan 2019. Kebakaran lahan gambut menghasilkan api kecil yang berkepanjangan dengan asap tebal dan terus-menerus, menyebabkan polusi berat, visibilitas rendah, dan masalah kabut asap. di kabupaten tetangga. Beberapa bagian lain masih memiliki hutan primer penting yang tersisa, seperti Taman Nasional Gunung Palung, yang menghadapi berbagai ancaman termasuk perluasan tanaman komersial, dan pembangunan infrastruktur yang cepat. Konversi lahan, degradasi, dan fragmentasi hutan hanyalah beberapa dampak dengan konsekuensi parah bagi keanekaragaman hayati dan seringkali menyebabkan bencana lingkungan dan bencana manusia.

Sayangnya, didorong oleh masalah ekonomi, para pemangku kepentingan lanskap seringkali tidak menyadari risiko perubahan iklim (kebakaran, hilangnya keanekaragaman hayati, dll.) akibat dari perubahan penggunaan lahan dan praktik pertanian mereka. Pembangunan infrastruktur, pemukiman, bisnis, dan industri seringkali dibarengi dengan kerusakan lingkungan. Penegakan tata kelola yang berkelanjutan diperlukan untuk mengurangi kerusakan dan meminimalkan dampak negatif serta menghentikan perusakan lanskap lebih lanjut karena praktik yang tidak berkelanjutan.

Untuk mengatasi situasi tersebut, upaya berkelanjutan harus dilakukan dengan melibatkan seluruh pemangku kepentingan terkait lanskap. Dalam beberapa tahun terakhir, Tropenbos Indonesia telah menjadi bagian dari upaya dan bekerja sama dengan pemangku kepentingan lain dari program yang menyampaikan lanskap yang pada akhirnya memiliki tujuan untuk mencapai tata kelola yang baik dan lanskap yang berkelanjutan, memperkuat institusi, dan memberdayakan masyarakat untuk bisnis ketahanan iklim. Tropenbos Indonesia juga telah menjadi bagian dari pembentukan kelompok kerja multi-stakeholder di tingkat lanskap kabupaten dan antar desa. Dengan upaya kolaboratif dan langkah partisipatif yang dilakukan oleh semua pemangku kepentingan, diharapkan hasil yang sukses dapat dicapai dan jalan yang berkelanjutan telah berjalan bahkan di tengah pesatnya perkembangan daerah.