Serial Webinar “Mengelola Yang Tersisa” Seri #11 SDGs Desa dan Penguatan Tata Kelola SDA Desa

Serial Webinar “Mengelola Yang Tersisa” Seri #11 SDGs Desa dan Penguatan Tata Kelola SDA Desa

Indonesia - 10 December, 2020

Setelah webinar sebelumnya menuai sukses, webinar seri ke# 11 “Mengelola Yang Tersisa” kembali digelar Tropenbos Indonesia pada 5 Desember 2020 dengan mengusung tema “SDGs Desa dan Penguatan Tata Kelola SDA Desa”. Lebih dari 300 peserta berpartisipasi mengikuti webinar ini yang menghadirkan narasumber Samsul Widodo, Dirjen Pembangunan Daerah Tertinggal (PDT), Kementerian Desa, PDT, dan Transmigrasi, Hunggul Yudhono, Peneliti Madya BP2 LHK Makassar, dan Direktur Tropenbos Indonesia, Edi Purwanto.

Bagi Kementerian Desa, PDT, dan Transmigrasi, mengarusutamakan SDGs yang merupakan ukuran pembangunan global, saat ini turut menjadi focus di tingkat desa. SDGs diharapkan dapat menjadi ukuran capaian pembangunan desa. Lalu bagaimana SDGs ini dapat meningkatkan tata kelola sumber daya alam desa yang sangat besar pengaruhnya terhadap kelestarian hutan dan lahan? Atau, bagaimana berbagai kelemahan yang terjadi di dalam tata kelola sumber daya alam desa dapat diatasi dengan mengarusutamakan SDGs ini di tingkat desa?

Dari jumlah desa di Indonesia yang saat ini hampir mencapai 75.000, menurut Edi Purwanto, lebih dari 30% adalah merupakan desa hutan. Sayangnya, menurutnya, tak kurang dari 10 hal masih menjadi kelemahan dari tata kelola sumber daya alam desa untuk dapat mencapai SDGs desa. Satu diantaranya, misalnya adalah perencanaan desa yang belum mencakup seluruh wilayah administrasi desa. Di Laman Satong, misalnya, sekitar 70% wilayah desa merupakan kebun sawit sehingga wilayah kelola desa sangat terbatas. Inipun terjadi di banyak desa lain di mana lahan kelola desa ternyata hanya tersisa sedikit karena merupakan wilayah kebun sawit, tambang, atau HTI. Setelah menjadi konsesi perusahaan, banyak desa yang memiliki tradisi memanfaatkan kayu dan hasil hutan bukan kayu sebagai sumber kehidupan kehilangan sumber bahan baku.

Untuk mengatasi kelemahan-kelemahan itu, Edi mengusulkan beberapa hal, seperti misalnya penerapan UU Desa yang perlu disertai penguatan dukungan berbagai pihak terkait, penguatan isu konservasi dalam politik pembangunan nasional, penguatan fasilitasi peningkatan kinerja pemerintahan desa dalam perbaikan tata kelola sumber daya alam, dan penguatan lembaga masyarakat adat dan kelompok strategis untuk melakukan fungsi kontrol publik. Selain itu tata kelola sumber daya alam desa juga memerlukan penguatan, diantaranya dengan meningkatkan kualitas dan daya ikat produk perdes terutama yang berkaitan dengan perencanaan pembangunan desa, memperkuat kemitraan desa dengan lembaga bisnis desa untuk membangun usaha ramah lingkungan, serta memperkuat akses desa ke sumber daya alam yang memang berkualitas.

Samsul Widodo dalam paparannya menunjukkan, pemanfaatan dana desa 2015-2019 yang disalurkan oleh Kemendes dan PDT difokuskan pada dua hal. Pertama, untuk menunjang aktivitas ekonomi masyarakat seperti pembangunan infrastruktur seperti jalan desa (23.709 km), jembatan (1.327.069 m), dan irigasi (65.626 unit). Kedua, meningkatkan kualitas hidup masyarakat desa, yaitu melalui pembangunan sarana olah raga (25.022 unit), fasilitas air bersih (993.764 unit), saluran drainase (36.184.121 m), dan pembangunan sumur (58.259 unit). Capaian tersebut bersifat akumulatif sehingga tidak dapat menjadi perbandingan keberhasilan antar desa, sehingga keberhasilan pembangunan desa, meskipun nyata, sulit diukur.

Itulah mengapa pendekatan prioritas pengelolaan dana desa 2021 sesuai Permendesa No.13/2020 mengalami perubahan, yaitu fokus pada SDGs. “Bila SDGs global dan nasional ada 17 kriteria, SDGs desa ditambah satu lagi yaitu kelembagaan desa yang dinamis dan budaya desa yang adaptif. Ini untuk mengakomodasi keberagaman, religiusitas masyarakat, gotong royong, dan sebagainya,” tutur Samsul. Berdasarkan kriteria tersebut, setiap desa dapat memilih focus kriteria SDGs masing-masing seperti “desa tanpa kemiskinan” desa tanpa kelaparan”, atau SDGs yang terkait dengan isu-isu lingkungan seperti “desa tanggap perubahan iklim” atau “desa peduli lingkungan laut”, dan sebagainya, tergantung pada situasi desa masing-masing. Dengan demikian, akan dapat diperbandingkan kinerja pendamping desa, kinerja camat, kinerja bupati, kinerja gubernur dari satu daerah dengan daerah lain. “Ini sesuai dengan mandate Presiden agar dana desa dapat dirasakan oleh masyarakat yang paling bawah, paling marjinal, paling terpinggirkan sekalipun,” urai Samsul. Dengan pendekatan seperti inilah masyarakat akan mendapat ‘pelayanan’ yang lebih baik dari pemerintah.

Setelah pengelolaan dana desa dengan pendekatan SDGs, langkah berikutnya, menurut Samsul adalah meyakinkan para pemangku kepentingan baik itu pemerintah, swasta maupun mitra NGOs dan sebagainya agar juga menggunakan basis yang sama yaitu SDGs ketika melakukan pembangunan yang bersentuhan dengan pembangunan desa. Samsul mengatakan, saat ini aksi SDGs desa memberikan kontribusi sekitar 74% terhadap pencapaian tujuan pembangunan nasional berkelanjutan, dan dana desa untuk mendukung pengelolaan sumber daya alam di desa peduli lingkungan laut misalnya telah digunakan untuk penanaman bakau, rehabilitasi terumbu karang, dan pemberian dan sosialisasi penggunaan alat tangkap ikan ramah lingkungan. Contoh penggunaan dana desa di desa peduli lingkungan darat misalnya adalah untuk reboisasi dan rehabilitasi hutan/lahan gambut, pelatihan dan sosialisasi pembukaan lahan tanpa bakar, maupun perbaikan lahan yang rusak melalui pembuatan hutan desa yang dikelola secara berkelanjutan.

Sementara itu, Hunggul Yudhono menyampaikan paparan mengenai pengelolaan DAS mikro berbasis desa dalam mendukung pencapaian SDGs desa. Beranjak dari tantangan kehutanan seperti menghentikan laju kerusakan hutan dan ekosistem, dan melakukan upaya pemulihan/restorasi ekosistem yang terlanjur rusak sementara di sisi lain harus mengembangkan kekayaan alam untuk meningkatkan kemakmuran rakyat. “Karena walaupun hutan dan lingkungan bagus, kalau kemakmuran rakyat tidak terjamin ada ketimpangan, begitupun sebaliknya, meski rakyat makmur, bila hutan rusak, lingkungan rusak, maka kemakmurannya juga tidak akan lestari,” katanya.

Dengan pengelolaan DAS mikro berbasis aspek lingkungan, sosial ekonomi dan kelembagaan, persoalan DAS besar di hilir akan selesai bila persoalan DAS mikro di hulu dapat diselesaikan. Di sinilah 4 pilar penting berperan besar, yaitu masyarakat sebagai pemilik agenda, KLHK sebagai pengelola kawasan dan penelitian pengembangan, LSM pendamping yang mendampingi dan melakukan penguatan kelembagaan yang setiap hari berada bersama masyarakat melakukan pendampingan, serta Pemda yang memberikan dukungan kebijakan dan pengembangan tindak lanjut, termasuk di dalamnya Dinas Sosial, Dinas Perindustrian, Dinas Koperasi dan UKM, dan berbagai lembaga lain yang ikut bekerja sama dengan keempat pilar tersebut.

Selama ini, Hunggul mengakui, empat pendekatan yang ia lakukan dalam membangun DAS mikro yang langsung berbatasan dengan kawasan hutan adalah melalui pelibatan multi-pihak dalam seluruh tahapan, mulai sejak perencanaan, operasional, hingga pemeliharaan dan pemanfaatan. Selain itu, diterapkan aplikasi teknologi yang sesuai dengan sumber daya lokal agar lompatannya tidak terlalu jauh sehingga masyarakat dapat memahami, memelihara, dan mengelolanya dengan baik. Kemudian dilakukan pula alih pengetahuan dan pengembangan industri skala kecil dalam hal teknis maupun kelembagaan, dan penguatan kapasitas baik kapasitas personal maupun kelembagaan.

“Ketika mengelola sumber daya alam desa, masyarakat harus tahu, hasilnya untuk apa,” kata Hunggul. Mata air dan sungai misalnya, diperlukan untuk irigasi pertanian, untuk menghasilkan energi listrik. Masyarakat perlu menyadari, listrik ada karena adanya air; air tersedia karena hutan terjaga; kesejahteraan mereka terjaga karena hutan yang bagus. “Tapi hutan saja tidak cukup, perlu ada aktivitas ekonomi yang baik, sehingga masyarkaat tidak perlu lagi masuk hutan dan melakukan kegiatan yang destruktif,” katanya.

Materi presentasi bisa di download disini

Tonton rekaman webinar: