Webinar Series “Konservasi Tanah dan Air” seri#5 Tindak Lanjut PP No. 26/2020 dan Praktik Cerdas KTA

Webinar Series “Konservasi Tanah dan Air” seri#5 Tindak Lanjut PP No. 26/2020 dan Praktik Cerdas KTA

Indonesia - 10 August, 2021

Saat ini kegiatan pemulihan lingkungan khususnya ekosistem hutan dan lahan masih menghadapi tantangan yang terus meningkat. Upaya pemulihan terus dilakukan, tetapi kerusakan yang terjadi juga terus berlanjut. Setidaknya tiga tantangan besar yang masih menghadang adalah pertambahan jumlah penduduk yang meningkatkan pula tantangan dalam mengisi ruang hidup dan memanfaatkan sumber daya, tingginya tingkat bencana yang tanpa disadari sebetulnya berawal dari pemanfaatan tata ruang yang tidak bijaksana, dan tantangan persepsi dimana hutan sebagai penahan air memikul tanggung jawab konservasi yang besar, meski sebetulnya secara holistik dapat pula diusahakan bagi kesejahteraan masyarakat. Itulah yang dikatakan Muhammad Zainal Arifin, Direktur KTA, Ditjen PDAS RH (Direktorat Jenderal Pengendalian Daerah Aliran Sungai dan Rehabilitasi Hutan) – Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).

Membahas tentang tindak lanjut PP No.26/2020 mengenai Rencana Rehabilitasi Hutan dan Lahan (RHL) dengan menerapkan kaidah Konservasi Tanah dan Air (KTA) untuk kesejahteraan masyarakat, Zainal mengatakan, PP 26/2020 memiliki semangat yang dibangun dalam satu koridor yang merupakan konsep pemulihan lingkungan hidup dan kehutanan melalui kegiatan-kegiatan vegetatif, agronomi, bangunan konservasi tanah dan air, pengembangan manajemen melalui kebijakan tata kelola, dan pengembangan metode lain terkait perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, namun berujung pada sebesar-besarnya untuk kesejahteraan rakyat yang berkelanjutan dan berkeadilan. “Ini juga menjadi bagian dari orientasi dan fokus dari PP 26/2020 dengan tiga konsep kegiatan besar yaitu memulihkan, mempertahankan, dan meningkatkan fungsi hutan dan lahan sebagai sistem penyangga kehidupan,” katanya.

Adapun untuk batang tubuh, Zainal menggarisbawahi ada 4 hal yang diatur didalam PP 26/2020, yaitu terkait dengan: 1) kriteria dan standard, 2) kegiatan rehabilitasi hutan, lahan dan reklamasi hutan, 3) peran masyarakat dimana masyarakat diharapkan terlibat baik dalam perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, maupun pendanaan, dan 4) pembinaan, termasuk pedoman, pelatihan, dan arahan. Selain itu, sejumlah amanat baru juga muncul seperti yang terkait dengan Rencana Umum RHL, yang dalam dua tahun ke depan sudah harus ada dan saat ini sudah dalam finalisasi draft dan diharapkan sudah bisa disosialisasikan tahun depan.

Sejumlah prioritas kegiatan telah ditetapkan berdasarkan pertimbangan yang lebih kompleks seperti daerah tangkapan air di sekitar danau untuk menunjang wisata prioritas. Adapula amanat baru penyusunan rencana umum reklamasi hutan dan lahan termasuk akibat bencana dan peningkatan sumber daya manusia. Amanat-amanat baru ini dapat dilaksanakan dengan pendekatan pendanaan yang beragam baik dari negara (APBN, APBD, DAK dan DBH), korporasi (rehabilitasi DAS dan CSR), maupun dari masyarakat (Perhutanan Sosial).

Selain itu, RHL vegetatif dan RHL sipil teknis juga didekati dengan pendekatan padat karya, termasuk pelibatan kelompok masyarakat sekitar. Zainal menjelaskan, pendekatan juga dilakukan terhadap pemegang izin usaha melalui pembinaan untuk melakukan reklamasi hutan. “Izin pinjam pakai kawasan diberikan dalam rangka pembangunan sehingga apa yang dipinjamkan seharusnya dapat dikembalikan dalam keadaan baik atau bahkan lebih baik,” katanya. Selain itu, dalam pasal 40 sampai 47 PP ini, ada pula amanat reklamasi hutan akibat bencana baik karena faktor alam maupun karena kelalaian pemegang izin. Ini dimasukkan dalam suatu konsep pemulihan lingkungan yang terintegrasi, sehingga tanggung jawab reklamasi tidak hanya pada pemegang izin atau pemegang hak, tapi juga pemerintah pusat dan pemerintah daerah, apabila tinjauan reklamasinya akibat faktor alam.

Menurut Zainal, rencana kegiatan rehabilitasi hutan dan lahan 2020 – 2024 meliputi total lahan seluas 1 juta ha, namun capaian hingga 2021 ini terkoreksi karena adanya penanganan covid-19. “Namun demikian kita berusaha membangun pendanaan sinergi baik dari masyarakat maupun dari swasta untuk bisa memenuhi capaian tutupan lahan yang ditargetkan RHL vegetatif khususnya di 2021 ini,” katanya. Menurut data BPDASHL, produksi kayu rakyat dalam kurun waktu 2015-2019 juga sempat meningkat signifikan dan terdapat penambahan kegiatan RHL pada 2021. Zainal juga mengingatkan pentingnya kelembagaan seperti contoh yang bisa dilihat di Banjarbaru, di mana pembangunan Hutan Kota yang cukup ikonik dapat terlaksana dengan baik berkat kelembagaan yang kuat.

Sementara itu, sosiolog dari Universitas Indonesia Imam Prasodjo menyoroti tentang kerusakan lingkungan yang saat ini menurutnya sudah sangat luar biasa. Manusia ingin membangun peradaban yang lebih maju, ingin menjadi lebih makmur dan sejahtera, tetapi industrialisasi yang rakus dan merusak telah menyebabkan terjadinya kecelakaan peradaban. “Dunia ini akan kiamat kalau tidak ada penyelamatan,” katanya. Kerusakan lingkungan yang ditandai dengan meningkatnya pemanasan global merupakan bukti kasat mata yang menurutnya dapat terjadi akibat perilaku manusia sendiri. “Dari situ saya mulai mengapresiasi pembangunan yang memiliki dimensi ramah lingkungan,” tambahnya.

Selama ini, menurut Imam, yang dalam webinar ini memberikan paparan tentang community farming dan home farming untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui usaha tani yang memperhatikan KTA, para ekonom memang lebih banyak berbicara tentang pertumbuhan (growth), tetapi tidak tentang sejauh mana kerusakan yang terjadi akibat pertumbuhan itu. Para developmentalist berfokus pada pengentasan kemiskinan, keamanan pangan, mempersempit ketimpangan pendapatan, ketimpangan gender, dan pendidikan. Sementara para conservationist berbicara tentang mengurangi pemanasan global, melindungi keragaman hayati, memulihkan jasa lingkungan, dan melindungi spesies terancam punah. Ia memilih untuk berada ditengah-tengah. “Saya percaya growth tetap penting, tetapi yang sustainable. Paradigma human system well-being tetap harus dikembangkan tetapi harus tetap memperhatikan ecosystem well-being yang ujung-ujungnya tetap harus mengukur kebahagiaan, kepuasan (human-eco happiness).”

Dalam webinar ini Sri Tejo Wulan, Dosen Ilmu Tanah Universitas Mataram memberikan paparan mengenai program socio-technopreneur berupa penerapan teknologi rekayasa budidaya unggulan untuk KTA. Ia menjelaskan mengenai Pangsimas (singkatan dari pangan, gizi, dan simpanan masyarakat) yang merupakan praktik dan gagasan untuk ketahanan pangan melalui pemanfaatan lahan secara kreatif dan dengan mempertimbangkan KTA karena menurutnya ketersediaan pangan, gizi, dan kemiskinan saat ini masih menjadi tantangan besar bagi pemerintah pusat maupun daerah di Indonesia. “Terlebih dengan adanya pandemi covid-19, inovasi dan kreativitas sangat diperlukan,” katanya. Strategi Pangsimas yang telah diterapkan di Nusa Tenggara Barat ini, menurut Tejo, terbukti dapat meningkatkan pendapatan dan berperan dalam memperbaiki kesejahteraan masyarakat.

Tropenbos Indonesia menyelenggarakan webinar series KTA ke-5 bertajuk “Tindak Lanjut PP No.26/2020 dan Praktik Cerdas KTA” ini bekerja sama dengan Masyarakat Konservasi Tanah dan Air Indonesia (MKTI). Acara yang berlangsung pada 7 Agustus 2021 ini diikuti oleh sekitar 400 peserta.

Materi presentasi bisa di download DISINI

Simak bahasan lebih mendalam dari para pemateri melalui video berikut: