Memperluas Agroforestry di Indonesia

Memperluas Agroforestry di Indonesia

Indonesia - 26 November, 2023

Bersama dengan Kedutaan Besar Belanda, Tropenbos Indonesia (TI) dan Tropenbos International (TBI) menyelenggarakan lokakarya bertajuk “Memperluas Agroforestry di Indonesia” yang diselenggarakan di Ritz Carlton, Jakarta, pada tanggal 23 November 2023. Lokakarya ini diselenggarakan secara hybrid dengan peserta lebih dari 100 orang, baik yang hadir secara offline maupun online. Mereka berasal dari berbagai latar belakang seperti lembaga pemerintah, LSM/CSO, sektor swasta, serta universitas dan Lembaga penelitian. Pidato pembukaan diberikan oleh Direktur Tropenbos Indonesia, Edi Purwanto, dan Direktur Tropenbos International, Joost van Montfort, serta perwakilan dari Kedutaan Belanda, Joost van Uum, Konselor Pertanian Kedutaan Besar Belanda. Sedangkan keynote speaker disampaikan oleh Direktur Jenderal Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan (PSKL), Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Bambang Supriyanto.

Lokakarya ini bertujuan untuk memperkenalkan, memvalidasi, dan menyempurnakan hasil studi agroforestri yang dilaksanakan oleh Tropenbos International dan Tropenbos Indonesia dengan dukungan dari Kedutaan Belanda. Pada sesi pertama, Hery Santoso dan Jinke van Dam mewakili para peneliti yang terlibat di dalam studi ini mempresentasikan hasil studi yang dilakukan, diikuti dengan presentasi oleh Ai Farida tentang kisah sukses praktik agroforestri dari proyek Gula Gula oleh CO2Operate dan Rimbo Pangan Lestari (RPL). Selanjutnya pada sesi kedua, Yayang Vionita dari Verstegen dan Marcha Adiwara dari Forestwise membahas tentang pentingnya kolaborasi dan dukungan para pihak untuk meningkatkan nilai tambah produk agroforestri yang dapat memberikan kesejahteraan bagi masyarakat dan mendorong masyarakat untuk menjaga hutan. Sementara itu, pemaparan mengenai peran praktik agroforestry komunitas disampaikan oleh Meine van Noordwijk dari Wageningen University. Di sela-sela kedua sesi, peserta mengikuti diskusi kelompok sebagai masukan dan pemikiran untuk memperkaya penelitian.

IMG-20231126-WA0028.jpg

Dalam sambutannya, Direktur Tropenbos Indonesia, Edi Purwanto menyatakan, tujuan penelitian ini adalah untuk mengeksplorasi dan mengidentifikasi tantangan pengembangan agroforestri yang menghambat adopsi dan perluasan agroforestri di Indonesia. Laporan studi ini menyajikan identifikasi peningkatan dan tahapan solusi termasuk peningkatan kebijakan dan tata kelola, mobilisasi dunia usaha dan pasar, peningkatan kesadaran, serta peningkatan kapasitas. “Melalui lokakarya ini kami bertujuan untuk lebih mengintegrasikan dan menghubungkan semua aktor menuju peningkatan agroforestri dalam hal pengetahuan, tata kelola, mobilisasi pasar, implementasi peraturan dan akses terhadap pendanaan,” katanya.

Keterlibatan para pemangku kepentingan dalam mendorong praktik agroforestri sangat penting dalam perluasan agroforestri. Dalam rantai nilai, dan melalui lingkungan pendukung, sejumlah pemangku kepentingan mempunyai peran masing-masing. Terdapat beberapa inisiatif ‘unggulan’ yang menjanjikan dan berhasil meningkatkan kelayakan ekonomi dari agroforestri berkelanjutan meskipun penerapannya masih lambat. Yayang dari Verstegen mengatakan, dimulai pada tahun 2018 dengan hanya 1 ha agroforestri lada, pihaknya telah memperluas jangkauannya hingga 30 petani dan menargetkan lebih dari 200 petani pada 2025. Dukungan yang diberikan kepada petani meliputi pelatihan, bahan tanam, dan dukungan pendanaan seperti dari Rabobank. Namun upaya ini masih menghadapi tantangan seperti tingginya biaya investasi dalam pembelian bahan baku, sistem yang rumit dan padat karya, serta ketidakpastian pendapatan.

IMG-20231126-WA0031.jpg

Keberhasilan inisiatif lainnya bisa dilihat dari pengalaman Forestwise di Sintang, Kalimantan Barat. Menurut Marcha, sebagai perusahaan sosial lingkungan, mereka menciptakan nilai-nilai hutan untuk memberdayakan masyarakat lokal dan melestarikan hutan yang tersisa. Dalam beberapa tahun terakhir, keanekaragaman hayati di Kalimantan menghilang akibat pembalakan liar, pertambangan, dan pertanian monokultur. “Hutan ibaratnya adalah ‘supermarket’ bagi masyarakat, kita perlu memberdayakan masyarakat lokal dan meningkatkan status hutan,” katanya. Mendorong masyarakat untuk melestarikan hutan dapat dilakukan dengan menciptakan nilai tambah. Forestwise membeli kacang Illipe yang dikumpulkan dari hutan oleh masyarakat dengan harga bersaing, mengolahnya menjadi mentega, dan menjualnya ke perusahaan besar. Dengan bukti nyata pendapatan keluarga yang meningkat, warga desa rela membantu perusahaan untuk melindungi Illipe dan mengamankan kawasan hutan. Perusahaan kini mengundang lebih banyak mitra untuk bekerja sama karena investasi di bidang ini memerlukan biaya tidak sedikit.

Acara ini memang diharapkan menjadi langkah awal menuju penguatan kolaborasi dan pertukaran pengetahuan antar pemangku kepentingan agroforestri termasuk potensi kerja sama di masa depan sebagaimana ajakan dari Verstegen dan Forestwise. Hal ini dapat dicapai dengan mengidentifikasi kebutuhan pembelajaran dan pengetahuan kolaboratif untuk mempercepat perluasan dan replikasi elemen-elemen utama dan kerja sama kolektif dalam pengembangan lebih lanjut maupun promosi agroforestri di Indonesia. “Seringkali tidak ada link antar pemangku kepentingan, padahal mereka perlu berkolaborasi untuk meningkatkan pasar produk mereka, dan menjadikan agroforestri lebih menarik dan inklusif dalam dialog kebijakan,” kata Edi.

IMG-20231126-WA0033.jpg

Agroforestri telah dipraktikkan selama berabad-abad di Indonesia, mulai dari tumpang sari yang sederhana hingga sistem terpadu yang kompleks. Praktik agroforestri menawarkan segudang manfaat, seperti mata pencaharian berkelanjutan, ketahanan pangan, penyerapan karbon, dan konservasi keanekaragaman hayati. Meskipun terdapat manfaat dan dukungan (kebijakan) terhadap agroforestri, banyak praktik agroforestri di Indonesia masih belum berkembang, tersebar secara terbatas, atau bahkan mulai ditinggalkan dan digantikan dengan penggunaan lahan monokultur, yang dianggap lebih menguntungkan. Untuk itu, upaya kolaboratif diperlukan dalam memajukan perluasan dan penerapan agroforestri di Indonesia.

**