Indonesia - 27 March, 2025
Negara-negara Asia memiliki banyak potensi Komoditas Hutan Berisiko (Forest Risk Commodity-FRC) yang berfungsi sebagai penggerak ekonomi di mana petani kecil memainkan peran yang penting dalam pengembangannya. Dengan perkembangan peraturan internasional saat ini, peluang untuk pemasaran di pasar internasional mengharuskan petani kecil untuk mematuhi beberapa persyaratan. Banyak praktik terbaik telah dikembangkan untuk memfasilitasi petani kecil untuk mematuhi komponen FRC yang terdiri dari kepatuhan terhadap peraturan, keterlacakan, akses terhadap keuangan, akses terhadap pasar dan kemitraan serta manajemen data. Semua upaya ini perlu diintegrasikan untuk memastikan petani kecil dapat memenuhi persyaratan FRC untuk mendukung bisnis yang berkelanjutan.
Dalam pelaksanaan hari kedua lokakarya ‘Memastikan tidak ada petani kecil yang tertinggal dalam perdagangan bebas deforestasi’ yang dilaksanakan oleh RECOFTC, beberapa strategi dikembangkan untuk memastikan petani kecil dapat mematuhi persyaratan FRC. Peserta dari Kamboja, India, Indonesia, Laos, Myanmar, Thailand, dan Vietnam mengemukakan gagasan mereka untuk meningkatkan intervensi bagi petani kecil dengan sistem yang sedang dikembangkan di negara masing-masing, prosedur sertifikasi, serta kolaborasi multipihak. RECOFTC dan mitranya juga menyumbangkan gagasannya untuk berkolaborasi di tingkat regional dengan mengintegrasikan upaya kolektif dari setiap negara.
Bebeberapa organisasi di Asia memfasilitasi petani kecil untuk mendapatkan sertifikasi internasional secara sukarela untuk produk-produk FRC seperti Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO) untuk komoditas kelapa sawit, Forest Stewardship Council (FSC) dan Programme for the Endorsement of Forest Certification (PEFC) untuk komoditas karet dan kayu, Global Platform for Sustainable Natural Rubber (GPNSR) dan The Sustainable Natural Rubber Initiative (SNR-i) untuk komoditas karet, Common Code for the Coffee Community (4C) untuk komoditas kopi, Rainforest Alliance untuk komoditas kopi, kakao, teh, pisang, dll. Prosedur sertifikasi ini dapat digunakan sebagai alat serta peluang untuk mematuhi kepatuhan FRC. Prosedur sertifikasi ini telah mencakup sebagian besar persyaratan pada 5 komponen FRC, yang dapat digunakan sebagai adopsi panduan untuk memenuhi peraturan internasional seperti EUDR. Melalui sertifikasi, para petani kecil juga mendapatkan peluang untuk mendapatkan akses terhadap keuangan dan akses terhadap pasar dan kemitraan yang berpotensi mendapatkan sumber daya yang cukup untuk memenuhi daftar persyaratan komponen FRC lainnya yang belum terpenuhi.
Beberapa proyek di negara-negara Asia yang berkaitan dengan sistem administrasi, termasuk standar-standar keberlanjutan nasional, juga dapat digunakan sebagai alat untuk mematuhi persyaratan-persyaratan FRC. Beberapa contoh standar-standar keberlanjutan nasional adalah Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO), Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK), Vietnam Forest Certification Office (VFCS), Thailand Forest Certification System (TFCS), dll., yang memiliki potensi yang sama dengan standar sertifikasi internasional untuk memfasilitasi petani kecil memenuhi kepatuhan terhadap FRC. Beberapa sistem administrasi dan proyek nasional lainnya yang sedang dikembangkan juga dapat digunakan untuk mempercepat petani kecil mematuhi komponen-komponen FRC, seperti Surat Tanda Budidaya Elektronik (e-STDB), National Dashboard Indonesia, program Satu Peta Nasional Thailand, dll. Semua sistem administrasi dan standar-standar keberlanjutan nasional ini memerlukan dukungan dari intervensi multi-pihak dalam bentuk sumber daya, bantuan teknis, dan proses yang mendukung perumusan kebijakan oleh pemerintah untuk mempercepat pemenuhannya bagi petani kecil. Peran pemerintah di tingkat nasional dan daerah sangat dibutuhkan untuk memberikan perhatian dan dukungan kebijakan yang lebih besar terhadap pemenuhan komponen FRC dengan menggunakan sistem dan standar yang sedang dikembangkan.
Salah satu pelajaran untuk mematuhi persyaratan FRC yang dibagikan peserta dari Vietnam adalah berkolaborasi dengan semua aktor dalam rantai pasok yang terintegrasi, termasuk dengan para tengkulak/perantara. Peran para tengkulak/perantara ini sangat penting untuk mendukung transportasi komoditas dari petani kecil yang biasanya tinggal di daerah pedesaan dengan akses yang terbatas. Dengan sistem pembayaran yang terintegrasi dengan badan usaha sebagai pembeli akhir, peran tengkulak/perantara tidak terputus dari rantai pasok dan petani kecil tetap bisa mendapatkan harga yang optimal. Kolaborasi ini merupakan contoh yang baik untuk menjaga rantai pasok yang telah berkembang selama bertahun-tahun, sehingga tidak terjadi eliminasi aktor dalam rantai pasok yang akan menimbulkan masalah baru. Penerapan kolaborasi ini diterapkan selaras dengan penetapan standar atau peraturan baru, termasuk untuk pemenuhan komponen FRC.
Kolaborasi dengan multi-pihak di tingkat nasional dan regional diperlukan untuk mendukung pemenuhan komponen FRC. RECOFTC dan mitranya dapat membantu petani kecil yang didampingi oleh organisasi peserta lokakarya dengan memberikan bantuan teknis untuk meningkatkan strategi pendampingan petani kecil yang akan menjadi pembelajaran secara kolektif dari berbagai lanskap untuk dapat diadopsi oleh organisasi atau negara lain. Sasaran di tingkat regional adalah untuk mendukung kondisi-kondisi pemungkin seperti kebijakan pendukung, jaminan kepemilikan lahan, investasi, insentif keuangan, infrastruktur publik digital (DPI) yang efektif, peran pemuda dalam sistem digitalisasi, dll. untuk mendukung operasi dalam rantai pasok mulai dari hulu sampai ke hilir. Proses ini akan melibatkan reformasi peran petani kecil dan tengkulak/perantara melalui peningkatan kapasitas dan proses negosiasi bagi badan usaha yang berperan sebagai pembeli akhir untuk memiliki visi yang sama dalam memenuhi komponen FRC.
Lokakarya ini merupakan contoh yang baik dalam membangun kolaborasi multi-pihak untuk memastikan tidak ada petani kecil yang tertinggal dalam perdagangan bebas deforestasi. Melalui lokakarya ini, para peserta dapat belajar untuk mengadopsi intervensi baru dari organisasi atau negara lain dalam mendukung petani kecil untuk mematuhi FRC. Peraturan yang berdampak pada FRC baik yang sedang diterapkan dan yang akan disusun dapat dijadikan sebagai dasar untuk melakukan diskusi secara berkelanjutan dengan melibatkan multi-pihak di tingkat regional, nasional, dan daerah. Melalui diskusi semacam ini, akan dapat diperoleh informasi terkini tentang tata cara implementasi peraturan, pengembangan peraturan baru atau peraturan turunannya, berbagi dan belajar tentang praktik terbaik untuk memenuhi peraturan, dan membangun jaringan untuk berkolaborasi dalam memenuhi peraturan tersebut. Di tingkat nasional, lokakarya ini dapat direplikasi di tingkat daerah dan lanskap dengan melibatkan multipihak di daerah untuk meningkatkan kesadaran akan kepatuhan FRC, terutama untuk mengatasi kurangnya pengetahuan dan kesadaran petani kecil serta untuk menemukan pendekatan yang efektif dalam mendukung petani kecil menggunakan standar dan proyek nasional yang sedang dikembangkan.
***